Menjelang Putusan Sidang Mk, Melihat Peluang Menang Kubu Prabowo
Juli 05, 2019
Tambah Komentar
DEMOKRASI - Tahapan investigasi saksi dan hebat dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden yang diajukan Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Mahkamah Konstitusi telah selesai. Kini para hakim konstitusi akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebelum nantinya membacakan putusan paling lambat 28 Juni 2019.
Melihat jalannya persidangan yang berlangsung semenjak 14 hingga 21 Juni 2019 ini, pakar aturan tata negara, Refly Harun, menilai peluang MK mengabulkan somasi Prabowo-Sandiaga kecil. Ia menilai paradigma yang digunakan hakim MK selama ini yakni dilema selisih bunyi dan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang mensugesti perolehan suara.
"Kalau dua paradigma tersebut yang dipakai, maka the game is over," katanya ketika dihubungi Tempo, Ahad, 23 Juni 2019.
Ia menjelaskan sangat sulit untuk menunjukkan terjadinya kesalahan penghitungan bunyi karena proses ketika ini semakin baik. Terlebih proses penghitungan tidak hanya dilakukan oleh KPU tapi juga dikawal masyarakat.
Menurut Refly, langkah tim aturan Prabowo yang menghadirkan sosok Jaswar Koto sebagai saksi hebat untuk mengambarkan ada kesalahan penghitungan bunyi belum cukup. Dalam persidangan Jaswar mengungkapkan ada referensi kesalahan input data pada situng KPU yang merugikan pasangan capres-cawapres nomor urut 02. Selain itu ia menyebut ada 27 juta pemilih hantu atau ghost voter.
Refly berujar keterangan Jaswar tersebut belum cukup sebab sebatas asumsi. "Kita tidak pernah tahu benar perhitungan bunyi yang keliru itu kecuali sanggup ditunjukkan," tuturnya.
Begitu pula yang berkaitan dugaan kecurangan TSM. Menurut Refly, bahan-bahan yang disampaikan kubu Prabowo-Sandiaga belum meyakinkan. "Contoh penggunaan APBN dan kegiatan pemerintah oleh petahana. Kita memang sanggup mencicipi kenaikan honor niscaya terkait pemilu, tapi pemohon gak punya bukti yang menendang bila itu kecurangan," ucapnya.
Namun, Refly melanjutkan, bila perspektif yang digunakan hakim MK yaitu terciptanya pemilihan umum yang jujur dan adil maka somasi Prabowo-Sandiaga berpotensi dikabulkan. "Ada sedikit cita-cita tapi apakah akan dipakai, saya ragu," ujarnya.
Dengan perspektif tersebut maka MK sanggup menyoroti lima dugaan kecurangan TSM yang disampaikan kubu Prabowo-Sandiaga, yaitu penyalahgunaan APBN dam kegiatan kerja, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan aparatur negara, pembatasan pers, dan diskriminasi penegakkan hukum. Sayangnya, kata dia, semua yang disampaikan pihak Prabowo-Sandiaga belum meyakinkan.
"Kalau betul terbukti ini membuat unequal playing field. Padahal syarat pemilu yang jujur dan adil mengharuskan itu," katanya.
Hal lain yang berpotensi membuat somasi Prabowo-Sandiaga dikabulkan yakni soal status calon wakil presiden Ma'ruf Amin apakah pegawai Badan Usaha Milik Negara atau tidak. Seperti diketahui Ma'ruf menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di anak perusahaan BUMN, yakni di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Saat mendaftar sebagai calon presiden ia tidak mundur dari posisinya.
Refly menuturkan masalah Ma'ruf tersebut seharusnya sanggup dieksplorasi lebih jauh dalam persidangan. Terlebih keterangan dari mantan sekretaris kementerian BUMN Said Didu, yang dihadirkan oleh kuasa aturan Prabowo-Sandiaga, tidak mendapatkan bantahan baik dari termohon (KPU) ataupun pihak terkait (kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin). Dalam keterangannya Said Didu menyatakan dewan pengawas anak perusahaan BUMN sanggup dikategorikan sebagai pegawai BUMN.
Sayangnya, kata Refly, yang terjadi di sidang MK itu yakni kebalikannya. Polemik status Ma'ruf ini kurang didalami oleh pemohon dan para hakim konstitusi. "Saya juga heran dan juga, kok, Said Didu dihadirkan sebagai saksi bukan ahli," ujarnya.
Atas dasar tersebut, kata Refly, kunci kemenangan Prabowo-Sandiaga sekarang di tangan para hakim konstitusi apakah mereka mau memakai paradigma penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil yang memberi sedikit cita-cita atau tidak.
Adapun Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi, memprediksi putusan simpulan hakim Mahkamah Konstitusi akan menolak somasi yang diajukan oleh tim aturan Prabowo-Sandiaga. Hal ini tak terlepas dari proses persidangan yang berlangsung selama sepekan terakhir.
"Saya memprediksikan begini, putusan jadinya sangat mungkin ditolak oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Veri daat ditemui di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu, 22 Juni 2019.
Veri menilai keterangan saksi dan hebat yang dibawa tim aturan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga hanya memberikan info awal saja. Alhasil, argumen yang dibuat bagaikan kepingan puzzle saja dalam persidangan.
Meski bencana yang diungkapkan berupa fakta, namun Veri melihat tak ada ketersambungan antara kejadian, sehingga sanggup disebut sebagai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Saat ditemui seusai persidangan, kedua kubu sama-sama yakin akan memenangkan sengketa ini. Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto, menyampaikan siap mendapatkan hasil keputusan Hakim MK. Bambang mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas berjalan lancarnya seluruh proses persidangan. “Emang muka gue tidak menunjukkan siap mendapatkan keputusan? Siaplah. Masa sih nggak siap,” ujar Bambang kepada wartawan Jumat 21 Juni 2019.
Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi - Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan pihaknya optimistis majelis hakim Mahkamah Konstitusi akan menolak permohonan pemohon seluruhnya dalam lanjutan sidang MK.
Menurut Yusril, saksi-saksi pemohon (kubu capres 02), tidak berhasil mengambarkan dalil-dalil permohonannya. “Bahwa pemohon sebetulnya tidak berhasil mengambarkan dalil-dalil permohonannya. Kalau memang menyerupai itu keadaannya saya kira dalam dugaan saya majelis hakim tentu akan menolak permohonan pemohon seluruhnya,” tutur Yusril.
SUMBER Sumber https://www.demokrasi.co.id
Belum ada Komentar untuk "Menjelang Putusan Sidang Mk, Melihat Peluang Menang Kubu Prabowo"
Posting Komentar